Pendidikan
kewarganegaraan diperguruan tinggi merupakan salah satu bentuk pendidikan untuk
mengembangkan kultur demokratis yang mencakup kebebasan, persamaan,
kemerdekaan, toleransi dan kemampuan untuk menahan diri di kalangan mahasiswa.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, serta SK
Dirjen Nomor 43/DIKTI/Kep/2006, mata kuliah pengembangan kepribadian di
perguruan tinggi terdiri atas pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan
bahasa indonesia. Dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal
35 Ayat (3) juga mewajibkan mata kuliah kewarganegaraan disampaikan diperguruan
tinggi. Dalam penjelasan pasal 35 ayat (3), dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “mata kuliah kewarganegaraan” adalah pendidikan mencakup pancasila, UUD
Negara RI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika untuk membentuk mahasiswa
menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Pendidikan kewarganegaraan adalah mata kuliah wajib nasional ditempuh oleh
seluruh mahasiswa pada jenjang pendidikan diploma maupun sarjana. Namun
demikian, pendidikan kewarganegaraan harus disampaikan dengan metode dan
pendekatan yang bukan indoktrinasi melainkan dengan metode yang memungkinkan
daya kritis mahasiswa terhadap berbagai persoalna bangsa. Dalam hal ini pkn
berfungsi untuk mengembangkan partisipasi warga negara (civic inteligence),
menumbuhkan partisipasi warga negara (civic participation) dan mengembangkan
tanggung jawab warga negara untuk bela negara (civic responsibility). Warga negara
yang dihadapan negara dan bangsanya. Melelui partisipasi warga negara, akan
tercapai kemajuan negara, karena tidak ada satu negara pun didunia maju tanpa
partisipasi aktif dari warga negaranya. Begitu pula tanggung jawab warga negara
atas persoalan yang dihadapi negara dan bangsanya akan berkontribusi untuk
kemajuan negara dan bangsanya.[1]
[1] Benny Irawan, Ujang Jamaludin, Damanhuri. 2016. Penuntun Perkuliahan
Kewarganegaraan. Serang: untirta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar