1. Pengertian
Logika
Fisafat tidak memberikan jawaban atas pemecahan
persoalan filsafat dengan suatu jawaban yang dapat diuji kebenarannya dengan
metode empiris atau yang dapat dibuktikan dengan pengujian2 eksperimental.
Pemecahan terhadap persoalan filsafat hanya dapat dilakukan melalui pemikiran
yang sungguh-sungguh dan mendalam. Meskipun demikian, jawaban yang diajukan
haruslah dengan perbincangan yang masuk akal. Dengan kata lain, keberlangsungan
filsafat harus didukung dengan adanya penalaran (reasoning) dan perbincangan
(argument). Semua tema ini dibicarakan dalam logika. Untuk memahami apa itu
logika dapat dilihat dari sejarah perkataan logika dan arti logika dari para
filsuf dan ilmuan.
2. Sejarah
Perkataan Logika
Perkataan logika
diturunkan dari kata sifat logike,
bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata benda logos, berarti pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari
pikiran. Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara
pikiran dan perkataan yang merupakan pernyataan dalam bahasa.
Nama logika
pertama kalinya muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 Sebelum Masehi), tetapi
dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3
Sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti
ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. (K. Bertens, 1975, hlm.
137-138).
Disamping dua
filsuf diatas (Cicero dan Alexander Aphrodisias), aritoteles pun telah berjasa
besar dalam menemukan logika. Aritoteles memakai istilah analitika dan dialektika. Analitika
untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari
putusan-putusan yang benar, sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai
argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang
tidak pasti kebenarannya. (K. Bertens, 1975, hlm. 138)
Aristoteles
membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu pengetahuan praktis,
produktif dan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengetahuan yang
sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan
praktis meliputi etika dan politika. Akhirnya ilmu pengetahuan teoritis
mencakup tiga bidang, yakni fisika, matematika dan ‘filsafat pertama’. Logika
tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan
sebagai persiapan untuk berpikir dengan cara ilmiah. (Bertens, 1975, hlm. 138)
Setelah
meninggalnya Aristoteles, naskah-naskah ajarannya yang mengenai penalaran, oleh
para pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan tersebut oleh pengikut
Aristoteles disebut dengan istilah Organon.
Ajaran Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam enam buah naskah berikut.
1. Categoris,
ini membahas mengenai cara menguraikan sebuah objek dalam jenis-jenis
pengertian umum.
2. On
Interpretation (tentang penafsiran), membahas mengenai komposisi dan hubungan
dari keterangan-keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini Aristoteles
membahas segala sesuatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur
sangkar pertentangan.
3. Prior
Analyties (analitika yang lebih dahulu), memuat mengenai silogisme dalam ragam
dan pola-polanya.
4. Posterior
Analyties (analitika yang lebih dahulu), membicarakan tentang pelaksanaan dan
penerapan, penalaran silogistis dalam pembuktian ilmiah sebagai materi dari
silogisme.
5. Topics
(mengupas dialektika), dibahas mengenai persoalan tentang perbincangan
berdasarkan premis-premis yang boleh jadi benar.
6. Sophistical
Refutations (cara perbincangan kaum sofis), membahas mengenai sifat dasar dan
penggolongan sesat pikir. (The Liang Gie, Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang
Daruni Asdi, 1980)
Menurut Aristoteles,
filsafat pertama (prote philosophia) adalah ilmu tentang peradaban sebagai
peradaban. Pengetahuan teoritis jenis ini kemudian dikenal dengan nama
metafisik. Aristoteles membagi pengetahuan rasional menjadi tiga jenis
pengetahuan, yakni pengetahuan teoretis, pengetahuan praktis dan pengetahuan
produktif. Pengetahuan praktis ada tiga macam yakni etika, ekonomi dan politik.
Pengetahuan teoretis terdiri atas matematika, fisika dan filsafat pertama.
Analitika dan dialektika
oleh Aristoteles tidak dimasukkan kedalam pembagian pengetahuan rasional, sebab
bagi Aristoteles kedua hal tersebut dianggap sebagai alat diluar Episteme yang
justru diperlukan untuk mempelajari kumpulan pengetahuan tersebut. Karena
dianggap sebagai alat ilmu itulah maka himpunan mengenai karya tentang
penalaran oleh para pengikut Aristoteles kemudian disebut Organon.
Dalam abad petengahan
otoritas Aristoteles diakui sedemikian tingginya sehingga karya-karya loginya
kemudian diwajibkan untuk dipelajari dalam pendidikan untuk warga bebas. Dalam
abad pertengahan dikenal istilah Latin Ars yang pengertiannya meliputi usaha
mencari pengetahuan, ilmu teoretis dan ilmu praktis serta seni kerajinan.
Dengan meneruskan konsepsi klasik mengenai corak pendidikan yang dianggap cocok
bagi warga (bebas) yang dilahirkan merdeka, dalam abad pertengahan dikenal
adanya Artes Liberalis yang logikannya termasuk didalamnya. Studi ini meliputi
tujuh macam pengetahuan atau pelajaran yang oleh Martinus di baginya menjadi
dua kelompok yang kemudian terkenal sebagai Quadrivium dan Trivium (The Liang
Gie, dkk, 1980).
Jadi, kalau pada zaman
Yunani kuno, logika oleh Aristoteles dianggap sebagai suatu jenis pengetahuan
yang berkedudukan diluar semua jenis pengetahuan rasional. Dalam abad
pertengahan logika telah mulai dianggap sebagai satu di antara berbagai
pengetahuan.
Dalam perkembangan
selanjutnya ternyata logika pada umumnya dipandang sebagai salah satu cabang
filsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar