Selasa, 27 Desember 2016

LOGIKA

1.     Pengertian Logika
Fisafat tidak memberikan jawaban atas pemecahan persoalan filsafat dengan suatu jawaban yang dapat diuji kebenarannya dengan metode empiris atau yang dapat dibuktikan dengan pengujian2 eksperimental. Pemecahan terhadap persoalan filsafat hanya dapat dilakukan melalui pemikiran yang sungguh-sungguh dan mendalam. Meskipun demikian, jawaban yang diajukan haruslah dengan perbincangan yang masuk akal. Dengan kata lain, keberlangsungan filsafat harus didukung dengan adanya penalaran (reasoning) dan perbincangan (argument). Semua tema ini dibicarakan dalam logika. Untuk memahami apa itu logika dapat dilihat dari sejarah perkataan logika dan arti logika dari para filsuf dan ilmuan.

2.     Sejarah Perkataan Logika
Perkataan logika diturunkan dari kata sifat logike, bahasa Yunani, yang berhubungan dengan kata benda logos, berarti pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran. Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada hubungan yang erat antara pikiran dan perkataan yang merupakan pernyataan dalam bahasa.
Nama logika pertama kalinya muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 Sebelum Masehi), tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 Sesudah Masehi) adalah orang pertama yang mempergunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. (K. Bertens, 1975, hlm. 137-138).
Disamping dua filsuf diatas (Cicero dan Alexander Aphrodisias), aritoteles pun telah berjasa besar dalam menemukan logika. Aritoteles memakai istilah analitika dan dialektika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar, sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya. (K. Bertens, 1975, hlm. 138)
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu pengetahuan praktis, produktif dan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politika. Akhirnya ilmu pengetahuan teoritis mencakup tiga bidang, yakni fisika, matematika dan ‘filsafat pertama’. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berpikir dengan cara ilmiah. (Bertens, 1975, hlm. 138)
Setelah meninggalnya Aristoteles, naskah-naskah ajarannya yang mengenai penalaran, oleh para pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan tersebut oleh pengikut Aristoteles disebut dengan istilah Organon. Ajaran Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam enam buah naskah berikut.
1.     Categoris, ini membahas mengenai cara menguraikan sebuah objek dalam jenis-jenis pengertian umum.
2.     On Interpretation (tentang penafsiran), membahas mengenai komposisi dan hubungan dari keterangan-keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini Aristoteles membahas segala sesuatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur sangkar pertentangan.
3.     Prior Analyties (analitika yang lebih dahulu), memuat mengenai silogisme dalam ragam dan pola-polanya.
4.     Posterior Analyties (analitika yang lebih dahulu), membicarakan tentang pelaksanaan dan penerapan, penalaran silogistis dalam pembuktian ilmiah sebagai materi dari silogisme.
5.     Topics (mengupas dialektika), dibahas mengenai persoalan tentang perbincangan berdasarkan premis-premis yang boleh jadi benar.
6.     Sophistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis), membahas mengenai sifat dasar dan penggolongan sesat pikir. (The Liang Gie, Suhartoyo Hardjosatoto dan Endang Daruni Asdi, 1980)
Menurut Aristoteles, filsafat pertama (prote philosophia) adalah ilmu tentang peradaban sebagai peradaban. Pengetahuan teoritis jenis ini kemudian dikenal dengan nama metafisik. Aristoteles membagi pengetahuan rasional menjadi tiga jenis pengetahuan, yakni pengetahuan teoretis, pengetahuan praktis dan pengetahuan produktif. Pengetahuan praktis ada tiga macam yakni etika, ekonomi dan politik. Pengetahuan teoretis terdiri atas matematika, fisika dan filsafat pertama.
Analitika dan dialektika oleh Aristoteles tidak dimasukkan kedalam pembagian pengetahuan rasional, sebab bagi Aristoteles kedua hal tersebut dianggap sebagai alat diluar Episteme yang justru diperlukan untuk mempelajari kumpulan pengetahuan tersebut. Karena dianggap sebagai alat ilmu itulah maka himpunan mengenai karya tentang penalaran oleh para pengikut Aristoteles kemudian disebut Organon.
Dalam abad petengahan otoritas Aristoteles diakui sedemikian tingginya sehingga karya-karya loginya kemudian diwajibkan untuk dipelajari dalam pendidikan untuk warga bebas. Dalam abad pertengahan dikenal istilah Latin Ars yang pengertiannya meliputi usaha mencari pengetahuan, ilmu teoretis dan ilmu praktis serta seni kerajinan. Dengan meneruskan konsepsi klasik mengenai corak pendidikan yang dianggap cocok bagi warga (bebas) yang dilahirkan merdeka, dalam abad pertengahan dikenal adanya Artes Liberalis yang logikannya termasuk didalamnya. Studi ini meliputi tujuh macam pengetahuan atau pelajaran yang oleh Martinus di baginya menjadi dua kelompok yang kemudian terkenal sebagai Quadrivium dan Trivium (The Liang Gie, dkk, 1980).
Jadi, kalau pada zaman Yunani kuno, logika oleh Aristoteles dianggap sebagai suatu jenis pengetahuan yang berkedudukan diluar semua jenis pengetahuan rasional. Dalam abad pertengahan logika telah mulai dianggap sebagai satu di antara berbagai pengetahuan.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata logika pada umumnya dipandang sebagai salah satu cabang filsafat.



[1] Surajiyo, Astanto Sugeng, Andiani Sri. 2007. Dasar-dasar Logika. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar