Sakarang adalah saat yang tepat untuk
mendefinisikan masalah-masalah yang selalu berulang, yang memainkan peran utama
dalam perdebatan filosofis tentang ilmu dan unsure-unsur krusial yang harus
tercakup di dalam laporan suatu filsafat ilmu yang adekuat. Sejak permulaan,
para ilmuan sendiri mendeksripsikan dunia alam seperti yang mereka temukan,
melainkan untuk membuat cara kerja-cara kerja alam dapat dipahami dengan
bantuan teori-teori yang padat dan terorganisir.seiring dengan itu, para filsuf
ilmu diharuskan mempertimbangkan bukan Cuma alam semesta yang terisolasi
–sekedar tumpikan fakta-fakta empiris, yang menungu dengan bisu ditemukan
manusia- tetapi juga cara manusia mencerap dan menafsirkan sendiri fakta-fakta
itu ketika memasukannya kedalam genggaman suatu teori yang dapat dipahami dan
dipertimbangan-pertimbangan yang didalamnya kesahihan ide-ide teoritis yang
dihasilkan (atau konsep-konsep) dipengaruhi oleh pemrosesan data empiris.
Berbicara
secara historis, pesoalan-persoalan yang dimunculkan oleh interaksi manusia dan
alam ini menjadi rumit dan membingungkan. Walaupun sampai hari ini para filsuf
ilmu menghadapi banyak pertanyaan yang sama, yang sudah diperdebatkan di Athena
kuno, namun deretan dan relevansi pertanyaan-pertanyaan itu diperjelas setiap
saat. Misalnya, ketika ketika para filsuf abad ke-17 menganalilis secara
matematis dan eksperimental, mereka membantu memperjelasdasar bagi Newton untuk
mengembangkan program intelektual dan metodologi fisika teoritis modern.
Sementara itu, perdebatan filosofis berikutnya tentang klasifikasi buatan dan
alamiah juga memperjelas dasar bagi taksonomi ilmiah sistemikus Swedia, Carolus
Linneaus dan teori seleksi alam, Charles Darwin. Klarifikasi metodologi dalam
filsafat ilm, telah berkali kali membawa kemajuan kreatif pada ilmu itu sendiri
sehingga, pada gilirannya, memunculkan pengalaman baru yang dapat dimanfaatkan
para filsuf untuk memajukan analisis metodologisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar