Selasa, 27 Desember 2016

Islam Normatif dan Historis


1)      Islam Normatif
Pendekatan islam normatif memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Wilayah kajian islma normatif berada pada dimensi sakral yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu. Bentuknya berupa teks al-qur'an dan hadits yang kebenarannya absolut dan tidak dapat dipersoalkan. Pemahaman islam secara normatif bersifat doktriner, tetap dan baku.
Pendekatan normatif dalam kajian islam menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak, selajutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Secara umum studi islam dengan pendekatan normatif dilakukan dengan tiga cara, yakni (1) cara naqli (tradisional), (2) cara aqli (rasional), dan (3) cara kasyfi (mistis). Pada cara pertama, al-qur'an ditafsirkan dengan al-qur'an atau al-qur'an dengan hadits dan atsar sahabat. Metode ini banyak digunakan madzhab sunni. Pada cara kedua, al-qur'an ditafsirkan dengan pendekatan linguistik dan sastra, filsafat dan teologu, sosiologi, psikologi dan saintifik. Metode ini banyak digunakan madzhab mu'tazilah. Pada cara ketiga, digunakan oleh madzhab syi'ah yang berusaha menggali makna tersembunyi al-qur'an kaitannya dengan Ali dan Ahl Bait serta misi sucinya agar Allah terus "berbicara" kepada manusia pilihan.
Dalam usaha memahami islam, Ali Syariati menawarkan metode komparasi. Membandingkan esensi agama islam dengan agama lain. Misalnya, mengenal Allah dengan membandingkan konsep ketuhanan dalam agama lain, mempelajari konsep al-qur'an itu dengan kitab-kitab agama lain, mempelajari kepribadian Nabi Muhammad SAW dengan membandingkan tokoh-tokoh besar pembaru yang pernah hidup dalam sejarah dan seterusnya. Komparasi dimaksudkan untuk memperlihatkan haq dan batil, kelebihan dan kekuranfan yang ada dalam berbagau yang dibandingkan, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan mengenai ajaran islam.
2)      Islam Historis
Historis atau sejarah berarti pengalaman masa lampau umat manusia. Sebagai ilmu, studi sejarah mempelajari rangkaian ungkapan-ungkapan (kejadian-kejadian) khusus yang tak dapat ditarik kembali dimana ungkapan-ungkapan yang lebih akhir secara kumulatif dipengaruhi oleh yang lebih dahulu. Islam historis berarti dinamika penerapan islam secara praktis dalam ruang dan waktu kehidupan manusia. Bentuk islam historis adalah aspek kontekstual islam dari upaya pengalian terhadap nilai-nilai normatif melalui berbagai pendekatan diberbagai bidang yang menghasilkan berbagai disiplin ilmu, antara lain ilmu tafsir, hadits, fiqh, teologi dll yang kebenarannya bersifat relatif dan terbuka untuk dipersoalkan.
Islam historis dapat ditelaah melalui berbagai pendekatan keilmuan yang bersifat multu-disipliner dan inter-disipliner, baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis, sosiologis, kultural, maupun antropologis. Pendekatan historis dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Kuntowijaya mendorong pendekatan historis dalam studi islam. Al-qur'an diklasifikasikan dalam dua bagian. Pertama, berisi konsep-konsep dan kedua, berisi kisah-kisah dan perumpamaan. Pada bagian pertama yang berisi konsep-konsep al-qur'an bermaksud untuk membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai islam, sedangkan pada bagian kedua yang berisi kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan bermaksud untuk direnungjan sehingga memperoleh hilmah  melalui perenungan mendalam terhadap kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis melalui kisah-kisah yang berisi hikmah tersembunyi itu, manusia diajak merenung hakikat dan makna kehidupan.[1]



[1] Tim Dosen MPK Pendidikan Agama Islam. 2016. Peradaban Islam Nusantara. Serang : Tiara Kerta Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar