Pendidikan
prakolonial dimengerti sebagai sebuah penyelenggaraan pendidikan yang dibatasi
oleh ruang waktu tertentu. Pembatasan
ruang mengacu pada batas-batas poitik yang terdapat digeografis tertentu
sedangkan batasan waktu mengacu pada sebuah masa ketika praktik penjajahan
belum dimulai.
Masyarakat
prakolonial memiliki model pemerintahan kerajaan. Sementara itu, model
pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan yang didasarkan pada pengetahuan
keagamaan. Di tengah-tengah masyarakat Nusantara, model pendidikan pesantren
merupakan bentuk pendidikan yang telah dijalankan berabad-abad bahkan hingga
era kolonial.
Menurut Ki
Hadjar Dewantara, pendidikan modern baru diupayakan oleh pemerintah Hindia
Belanda dalam sistem perundang-undangan (“Regeeringsreglement”,yakni singkatan
dari Reglement op het beleid van de regeering van Nederland Indie”). Ketika
Napoleon jatuh, Belanda membentuk pemeritahan pada 1816 di Hindia Belanda.
Terdapat beberapa perubahan UUD, tetapi selama itu tidak menyentuh persoalan
pendidikan. Perubahan UUD pada 1816 tidak membawa arti bagi pendidikan di
Hindia Belanda. Demikian pula pada tahun 1836 tidak pernah menyebutkan tentang
pendidikan. Barulah pada perubahan tahun 1856 terdapat pasal yang menyatakan
bahwa “Het openbaar onderwijs wormt een voorwerp van aanhoudende zorg den
gouverneur-generaal”. Artinya: pengajaran negeri adalah hal yang senantiasa
menjadi perhatian gubernur Jenderal. Pasal berikutnya memperlihatkan adanya
keberpihakan pemerintahan Hindia Belanda. Bukti pada pasal 126 berbunyi berikut
ini: “Voldeoend openbaar lager onderwijs moet dit vordert en de omstandigheden
het toelkaten”. Artinya: harus ada pemberian pengajaran rendah dari pemerintah
yang mencukupi keperluan bangsa Eropa”. Keberpihakan tersebut jelas dilakukan
kepada pihak Eropa.[1]
[1] Dr.Saifur Rohman, M.Hum, M.Si, Agus Wibowo,M.Pd, Filsafat Pendidikan Masa Depan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2016)h.26-27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar