Prilaku
menyimpang didefenisikan dalam empat sudut pandang antara lain sebagai berikut:
·
Pertama, secara
statistikal.
Penyimpangan secara statistikal adalah
segala prilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau
prilaku yang jarang dan tidak sering dilakukan. Asumsi pendekatan ini, bahwa
sebagian besar masyarakat dianggap melakukan cara-cara dan tindakan yang benar.
Jadi, prilaku dikatakan menyimpang jika seseorang melakukan tindakan yang tidak
dilakukan masyarakatpada umumnya atau mayoritas. Permasalahannya, komnsep ini
jadi keliru jika mayoritas masyarakat melakukan prilaku menyimpang.
·
Kedua, secara absolut
atau mutlak.
Kaum absolutis mendefenisikan prilaku
menyimpang berangkat dari aturan-aturan sosial yang dianggap sesuatu yang
mutlak atau jelas dan nyata, sudah ada sejak dahulu, serta berlaku tanpa
terkecuali untuk semua warga masyarakat. Kelompok ini berasumsi bahwa
aturan-aturan dasar dari suatu masyarakat sudah jelas. Anggota-anggotanya harus
menyetujui tentang apa yang disebut sebagai menyimpang dan bukan.
·
Ketiga, secara reaktif
Kaum reaktif merumuskan prilaku
menyimpang apabila suatu tindakan yang dilakukan seseorang itu mendapat reaksi
dari masyarakat atau para agen kontrol sosial. Artinya, apabila tindakan
seseorang tersebut menimbulkan reaksi masyarakat sehingga masyarakat memberi
cap atau lebel menyimpang pada sipelaku maka prilaku itu dikatakan menyimpang.
Ukuran yang dipakai disini sangat subjektif karena tindakan dikatakan
menyimpang atau tidak ditentukan oleh ketetapan-ketetapan yang diambil
seseorang (masyarakat).
·
Keempat, secara
normatif
Pendapat ini berdasarkan asumsi bahwa
penyimpangan merupakan pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma dalam hal ini
berfungsi sebagai pedoman setandar seseorang tentang “apa yang seharusnya atau
tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan atau dilakukan oleh warga masyarakat
pada suatu keadaan tersebut”. Terdapat dua konsepsi umum tentang norma, yaitu:
(a)
Sebagai suatu evaluasi
atau penilaian dari tingkah laku, yaitu penilaian prilaku yang dianggap baik
atau tidak.[1]
(b)
Sebagai tingkah laku
yang diharapkan atau dapat diduga, yaitu menunjuk pada aturan-aturan tingkah
laku yang didasarkan pada kebiasaan atau adat istiadat masyarakat.
[1] Moh Pabundu Tika, Amin, Andi Sopandi, Mita Widyastuti. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar