Sejumlah sistem
pendidikan di Indonesia, baik dipendidikan tinggi, menengah dan dasar berusah
menempuh sebuah jalan ketiga yang mengatasi segala bentuk fundamentalisme yang
terdapat dalam era posmodern. Pada satu sisi, mereka mendisiplinkan peserta
didik dan prilaku-prilaku religius tertentu adalah upaya internalisasi
nilai-nilai agama didalam tindakan sehari-harinya. Adapun pada sisi lain,
mereka harus mampu mencapai kompetensi rasionalitas tertentu. Hal ini menjadi
barang dagangan yang sangat laris pada masa kini. Mereka mempraktikan cium
tangan pada guru sebelum memulai pelajaran model barat dimulai. Contoh
sekolah-sekolah swasta yang selama ini menjamur dan dianggap sebagai
penggabungan iman dan ilmu pengetahuan.
Kelebihannya,
praktik ini memberikan jalan keluar bagi kemelut fundamentalisme.
Kekurangannya, praktik tersebut tak ubahnya sebuah menara gading yang tidak
pernah menjadi kenyataan. Praktik diluar sekolah justru menjadi sebuah
“pendidikan” yang paling nyata bagi peserta didik. Sekolah seperti sebuah
miniatur ideologi-ideologi asing yang tidak bisa dikenali. Ini tidak lebih
sebagai barang dagangan yang sedang laris-larisnya.
Begitulah
pendidikan masa depan didasarkan pada tiga pandangan yang saling berkompetsi
untuk meraih kedudukan dominan. Pada masa depan, seorang peserta pendidik akan memberikan jawaban setiap mata pelajaran
berdasarkan perspektifnya sendiri karena pendidikan disekolah didasarkan pada
pendidikan individu yang memliki kebebasan berpikir. Mereka berangkat dengan
membawa perangkat teknologi yang siap untuk melakukan ideologi tatap muka
secara virtual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar