Selasa, 27 Desember 2016

Ideologi Jalan Ketiga


Sejumlah sistem pendidikan di Indonesia, baik dipendidikan tinggi, menengah dan dasar berusah menempuh sebuah jalan ketiga yang mengatasi segala bentuk fundamentalisme yang terdapat dalam era posmodern. Pada satu sisi, mereka mendisiplinkan peserta didik dan prilaku-prilaku religius tertentu adalah upaya internalisasi nilai-nilai agama didalam tindakan sehari-harinya. Adapun pada sisi lain, mereka harus mampu mencapai kompetensi rasionalitas tertentu. Hal ini menjadi barang dagangan yang sangat laris pada masa kini. Mereka mempraktikan cium tangan pada guru sebelum memulai pelajaran model barat dimulai. Contoh sekolah-sekolah swasta yang selama ini menjamur dan dianggap sebagai penggabungan iman dan ilmu pengetahuan.
Kelebihannya, praktik ini memberikan jalan keluar bagi kemelut fundamentalisme. Kekurangannya, praktik tersebut tak ubahnya sebuah menara gading yang tidak pernah menjadi kenyataan. Praktik diluar sekolah justru menjadi sebuah “pendidikan” yang paling nyata bagi peserta didik. Sekolah seperti sebuah miniatur ideologi-ideologi asing yang tidak bisa dikenali. Ini tidak lebih sebagai barang dagangan yang sedang laris-larisnya.
Begitulah pendidikan masa depan didasarkan pada tiga pandangan yang saling berkompetsi untuk meraih kedudukan dominan. Pada masa depan, seorang peserta pendidik  akan memberikan jawaban setiap mata pelajaran berdasarkan perspektifnya sendiri karena pendidikan disekolah didasarkan pada pendidikan individu yang memliki kebebasan berpikir. Mereka berangkat dengan membawa perangkat teknologi yang siap untuk melakukan ideologi tatap muka secara virtual.



[1] Saifur Rohman, Agus Wibowo. 2016. Filsafat Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar